Halo kawan semua, kali ini BloggerFiraun hadir kembali, dan setelahnya, mudah-mudahan bisa terus konsisten publish terus artikelnya setiap hari.
Oke, seperti dalam judul, di rubrik opini ini admin akan membagikan sepenggal pengalaman mengunjungi Jepang. Jepang merupakan salah satu negara yang pernah menjajah Indonesia, di masa penjajahan Jepang, rakyat Indonesia begitu menderita.
Ingatan Masa Kecil tentang Jepang
Ketika saya kecil dahulu, menonton Satria Baja Hitam RX, dan serial jepang lainnya adalah hal yang menyenangkan. Walau pun di SD sudah diajarkan pelajaran sejarah, namun otak saya ini rasanya susah memproses bahwa yang mengkreasikan berbagai serial “menyenangkan” tersebut adalah orang Jepang.
Baru kemudian di medio sekitar SMP-SMA, saya mulai mengerti, memahami, walau pun pelajaran sejarah formal yang saya terima tak banyak. Namun saya beruntung, karena bisa mendapatkan buku-buku tentang Jepang dan sejarah.
Oke,dari membaca buku-buku tersebut, “kesukaan” saya terhadap Jepang di masa kecil mulai terkikis, saya memandang, bahwa yang mereka lakukan selama ini “mungkin” untuk menebus kesalahannya di masa lalu.
Saya mulai memandang secara fair, bahwa semua hal tentang Jepang tak semuanya bagus, tak perlu mengagungagungkan Jepang.
Belakangan kemudian, saya mendengar salah satu oknum artis asal Jepang membuat lelucon tentang kemerdekaan Indonesia dari Jepang. Jujur saya tersinggung, saya tak mempermasalahkan negara Jepang dalam hal ini, negara mana pun yang menjajah Indonesia tak pantas membuat “lelucon yang menyakitkan”.
Saya tak perlu menyebut kedua artis yang membuat lelucon tersebut, teman-teman bisa cari sendiri di YouTube.
Walau pun bisa kemudian bisa dipahami, bahwa tujuan mereka mungkin hanya melucu saja, tak ada muatan menghina atau merendahkan.
Akhirnya Pergi ke Jepang
Di awal tahun 2024, saya diajak oleh Istri untuk berlibur ke Jepang, mengingat kita dahulu belum bulan madu. Saya enggan begitu pertama kali mendengar ide tersebut, namun saya tak mengutarakannya, saya malah mengutarakan “oke” haha.
Otak saya berpikr begitu keras sampai kemudian keluar kata “oke” hehe. Ya, maklum saja, biayanya pasti besar, untungnya istri saya punya berbagai tips, supaya dapat murah.
Kita dapat penerbangan, pulang pergi Jepang hanya 8 juta rupiah, tentunya harga normal mungkin berkisar antara 10 hingga 15 juta.
Itu baru tiket pesawat saja, belum hotel, subway, Kereta Cepat Sinkansen, taxy, makan dan biaya lain-lain ya, di mana itu biayanya jauh lebih besar daripada tiket pesawat PP.
Foto: salah satu daun pohon yang bermunculan ketika musim semi di Jepang, saat musim gugur maka daunnya akan berwarna kuning oranye, tak kalah cantik dengan yang ada di foto. |
Jadilah liburan ke Jepang ini jadi bulan madu kita, hampir 2 minggu kami habiskan di Jepang, muter-muter di Tokyo, Osaka, Kyota, Hakata, dan berbagai kota besar lainnya.
Kesan Pertama setelah Mendarat di Jepang
Begitu mendarat di Bandara Narita Jepang, ketidak sukaan saya terhadap Jepang mulai dihantam oleh tirtibnya bandara internasional tersebut. Saya tidak menjumpai ini di Bandara YIA, Adi Sucipto (dahulu), Halim atau pun Soekarno Hatta.
Kelasnya memang beda, masalah ukuran, Narita tampak begitu besar. Namun yang paling membuat saya angkat topi adalah keteraturannya, bandaranya begitu bersih orang-orangnya tertip.
Ketika melewati imigrasi, petugas imigrasi sangat helpfull, dan juga ramah, di sana orientasi mereka adalah bertugas.
Transportasi Umum Didesain dan Terkoneksi Dengan Baik
Dari Bandara Narita, saya langsung menuju ke Hotel yang telah di pesan, APA Hotel namanya. Kebetulan kita dapat kamar yang cukup murah di sana, 1 jutaan per malam, untuk 2 hari, di hari ketiga harganya sudah naik tinggi, makanya kami ganti hotel.
Setelah melewati Imigrasi, tujuan kami adalah hotel, untuk menuju hotel kami naik Subway. Ia subway, ini pengalaman pertama bagi saya.
Begitu turun dari subway, jarak hotel hanya beberapa ratus meter saja dari pintu keluar subway.
Jarak hotel dengan pintu subway yang ada di Tokyo tersebut membuat saya terkesan, betapa bagusnya desainnya, pintu subway dibikin dekat dengan berbagai bangunan strategis.
Keluar dari pintu subway, saya melihat jalanan Jepang, karena sudah cukup malam, mungkin sekitar jam 8 malam waktu Jepang, jalanan lenggang, namun banyak orang jalan kaki.
Pemandangan tersebut berbeda jauh dengan yang terjadi di bawah tanah, di subway, di mana jumlah orang lebih banyak, dan kereta datang mungkin hampir setiap 8 menit, bahkan ada kerete yang datang hanya selisih 2 menit dari kereta sebelumnya.
Cara Saya Melihat Jepang Sekarang
Ceritanya, mudah-mudahan bisa saya teruskan di postingan lainnya. Saya ingin kembali ke judul dan beberapa paragraf di awal artikel ini.
Susah sekali rasanya sekarang untuk tidak menyukai Jepang, dan mencontoh beberapa budayanya yang positif.
Itu dulu artikel ini, jika kalian punya pendapat tentang tulisan ini, silahkan tuliskan di kolom komentar. Semangat!